Rabu, 28 Desember 2011

MANUSIA DAN KEADILAN

Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berikut ini beberapa pendapat pengertian mengenai keadilan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai makna keadilan.
- Menurut W.J.S. Poerdaminto, keadilan berarti tidak berat sebelah, sepatutunya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di dalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan. Orang yang bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.
- Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama.
Mengenai makna keadilan, Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu
a. Keadilan Komulatif, dan
b. Keadilan distributive.
Sedangkan plato, guru Aristoteles, menyebutkan ada tiga macam, yaitu
a. Keadilan komulatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang telah diberikan (dari kata commute = mengganti, menukarkan, memindahkan).
b. Keadilan distributive adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian menurut haknya masing-masing pihak). Di sini keadilan tidak menuntut pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama berdasarkan perbandingan.
c. Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan.
Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Charles E. Merriam dalam Miriam Boedihardjo (1982) meletakkan keadilan ini sebagai salah satu prinsip dalam tujuan suatu Negara, yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan kebebasan.
Adalah menjadi tugas pengelenggara Negara untuk menciptakan keadilan. Tujuan bernegara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diketahui baik dalam pembukaan UUD 1945 maka Negara yang hendak didirikan adalah Negara Indonesia yang adil dan bertujuan menciptakan keadilan social. 


Sumber:
 http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2164686-pengertian-dan-macam-keadilan/#ixzz1hpXDOHWA
1. KEADILAN: Keseimbangan.
Adil disini berarti keadaan yang seimbang. Apabila kita melihat suatu sistem atau himpunan yang memiliki beragam bagian yang dibuat untuk tujuan tertentu, maka mesti ada sejumlah syarat, entah ukuran yang tepat pada setiap bagian dan pola kaitan antarbagian tersebut. Dengan terhimpunnya semua syarat itu, himpunan ini bisa bertahan, memberikan pengaruh yang diharapkan darinya, dan memenuhi tugas yang telah diletakkan untuknya.
Misalnya, setiap masyarakat yang ingin bertahan dan mapan harus berada dalam keadaan seimbang, taitu segala sesuatu yang ada di dalamnya harus muncul dalam proporsi yang semestinya, bukan dalam proporsi yang setara. Setiap masyarakat yang seimbang membutuhkan bermacam-macam aktifitas. Di antaranya adalah aktifitas ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan kebudayaan. Semua aktifitas itu harus didistribusikan di antara anggota masyarakat dan setiap anggota harus dimanfaatkan untuk suatu aktifitas secara proporsional.
Keseimbangan sosial mengharuskan kita untuk memerhatikan neraca kebutuhan. Lalu, kita mengkhususkan untuknya anggaran yang sesuai dan mengeluarkan sumber daya yang proporsional. Manakal sudah sampai disini, kita menghadapi persoalan “kemaslahatan”, yakni kemaslahatan masyarakat yang dengannya kelangsungan hidup “keseluruhan” dapat terpelihara. Hal ini lalu mendorong kita untuk memerhatikan tujuan-tujuan umum yang mesti dicapai. Dengan perspektif ini, “bagian” hanya menjadi perantara dan tidak memiliki perhitungan khusus.
Demikian pula halnya dengan keseimbangan fisik. Mobil, misalnya, dibuat untuk tujuan tertentu dan untkmkebutuhan-kebutuhan tertentu pula. Karenanya, apabila mobil itu hendak dibuat sebagau produk yang seimbang, mobil itu harus dirancang dari berbagai benda mengikuti ukuran yang proporsional dengan kepentingan dan kebutuhannya. Begitu pula halnya dengan keseimbangan kimiawi. Setiap senyawa kimiawi memiiki stuktur, pola, dan proporsional tertentu pada setiap unsur pembentuknya. Apabila hendak meniciptakan senyawa itu, kita mesti menjaga struktur dan proporsi di atas sehingga tercipta suatu keseimbangan dan simetris. Kalau tidak, alam tidak dapat tegak dengan baik, tidak pula ada sistem, perhitungan, dan perjalanan tertentu di dalamnya. Al-Qur’an menyatakan:
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). QS. Al-Rahman [55]: 7
Ketika membahas ayat di atas, para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh ayat itu adalah keadaan yang tercipta secara seimbang. Segala obyek dan partikelnya telah diletakkan dalam ukuran yang semestinya. Tiap-tiap divisi diukur secara sangat cermat.
Dalam suatu hadis, Nabi Saw bersabda: “Dengan keadilan, tegaklah langit dan bumi.” (Tafsir Al-Shafi, tentang QS. Al-Rahman [55]: 7)
Lawan keadilan, dalam pengertian ini, adalah “ketidakseimbangan”, bukan “kezaliman”.
Banyak orang yang berupaya menjawab semua kemusykilan dalam keadilan Ilahi dari perspektif keseimbangan dan ketidakseimbangan alam, sebagai ganti dari perspektif keadailan dan kezaliman. Merteka puas dan berusaha untuk puas dengan pandangan bahwa semua diskriminasi yang terjadi, baik disertai alasan ataupun tidak, dan semua kejahatan yang ada, sebenarnya merupakan keharusan dan keniscayaan sistem alam yang menyeluruh. Tidak diragukan lagi bahwa eksistensi obyek tertentu merupakan keniscayaan bagi keseimbangan alam secara historis. Tetapi, solusi ini tidak menjawab keberatan seputar terjadinya kezaliman.
Kajian tentang keadilan dalam pengertian “keseimbangan”, sebagai lawan ketidakseimbangan, akan muncul jika kita melihat sistem alam sebagai keseluruhan. Sedangkan, kajian tentang keadilan dalam pengertian sebagai lawan kezaliman dan yang terjadi ketika kita melihat tiap-tiap individu secara terpisah-pisah adalah pembahasan yang lain lagi. Keadlian dalam pemgertian pertama menjadikan “maslahat umum” sebagai persoalan. Adapun keadilan dalam pengertian kedua menjadikan “hak individu” sebagai pokok persoalan. Karenanya, orang yang mengajukan keberatan akan kembali mengatakan, “Saya tidak menolak prinsip keseimbangan di seluruh alam, tapi saya mengatakan bahwa pemeliharaan terhadap keseibangan ini, mau tidak mau, akan mengakibatkan munculnya pengutamaan tanpa dasar (tarjih bila murajjih). Semua pemgutamaan ini, dari sudut pandang keseluruhan dapat diterima dan relevan. Tapi, dari sudut pandang individual, ia tetap tidak dapat diterima dan tidak relevan.”
Keadilan dalam pengertian “simetri” dan “proporsi” termasuk dalam konsekuensi sifat Mahabijak dan Maha Mengetahui Allah. Berdasarkan ilmu-Nya yang komprehensif dan kebijaksanaan-Nya yang meyeluruh. Dia mengetahui bahwa penciptaan sesuatu meniscayakan proporsi tertentu dari berbagai undur. Dia menyusun unsur-unsur itu untuk menciptakan bangunan tersebut.
2. KEADILAN: Persamaan dan Nonkontradiksi.
Pengertian keadilan yang kedua ialah persamaan dan penafian terhadap diskriminasi dalam bentuk apapun. Ketika dikatakan bahwa “Si Fulan adalah orang adil”, yang dimaksud adalah bahwa Fulan itu memandang semua individu secara sama rata, tanpa melakukan pembedaan dan pengutamaan. Dalam pengertian ini, keadilan sama dengan persamaan.
Definisi keadilan seperti itu menuntut penegasan: kalau yang dimaksud dengan keadilan adalah keniscayaan tidak terjaganya beragam kelayakan yang berbeda-beda dan memandang segala sesuatu dan semua orang secara sama rata, keadilan sepeeti ini identik dengan kezaliman itu sendiri. Apabila tindakan memberi secara sama rata dipandang sebagai adil, maka tidak memberi kepada semua secara sama rata juga mesti dipandang sebagai adil. Anggapan umum bahwa “kezaliman yang dilakukan secara sama rata kepada semua orang adalah keadilan” berasal dari pola pikir semacam ini.
Adapun kalau yang dimaksud dengan keadilan adalah terpeliharanya persamaan pada saat kelayakan memang sama, pengertian itu dapat diterima. Sebab, keadilan meniscayakan dan mengimplikasikan persamaan seperti itu. Pengertian adil ini terkait dengan makna keadilan ketiga [Keadilan: Pemberian Hak kepada Pihak yang Berhak] yang akan dijelaskan nanti.
3. KEADILAN: Pemberian Hak kepada Pihak yang Berhak.
Pengertian ketiga keadilan ialah pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap obyek yang layak menerimanya. Dalamartian iniu, kezaliman adalah pelenyapan dan pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. Pengertian keadilan ini, yaitu keadilan sosial, adalah keadilan yang harus dihormati di dalam hukum manusia dan setiap individu benar-benar harus berjuang untuk menegakkannya. Keadilan dalam pengertian ini bersandar pada dua hal:
Pertama: hak dan prioritas, yaitu adanya berbagai hak dan prioritas sebagai individu bila kita bandingkan dengan sebagian lain. Misalnya, apabila seseorang mengerjakan sesuatu yang membutuhkan hasil, ia memiliki prioritas atas buah pekerjaannya. Penyebab timbulnya prioritas dan preferensi itu adalah pekerjaan dan aktifitasnya sendiri. Demikian pula halnya dengan bayi. Ketika dilahirkan oleh ibunya, ia memiliki klaim prioritas atas air susu ibunya. Sumber prioritas itu adalah rencana penciptaan dalam bentuk sistem keluarnya air susu ibu untuk bayi tersebut.
Kedua, karakter khas manusia, yang tercipta dalam bentuk yang dengannya manusia menggunakan sejumlah ide i’tibaritertentu sebagai “alat kerja”, agar dengan perantaraan “alat kerja” itu, ia bisa mencapai tujuan-tujuannya. Ide-ide itu akan membentuk serangkaian gagasan “i’tibari” yang penentuannya bisa dengan perantara “seharusnya”. Ringkasannya, agar tiap individu masyarakat bisa meraih kebahagiaan pelihara. Pengertian keadilan manusia seperti itu diakui oleh kesadaran semua orang. Sedangkan titiknya yang berseberangan adalah kezaliman yang ditolak oleh kesadaran semua orang.
Penyair Mawlawi mengatakan:
Apakah keadilan? Menempatkan sesuatu pada tempatnya
Apakah kezaliman? Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya
Apakah keadilan? Engkau menyiram air pada pepohonan
Apakah kezaliman? Engkau siramkan air pada duri
Kalau kita letakkan “raja” di tempat “benteng”, rusaklah permainan (catur)
Kalau kita letakkan “menteri” di tempat “raja”, bodohlah kita
Pengertian keadilan dan kezaliman ini pada satu sisi bersandar pada asas prioritas dan presedensi, dan pada sisi lain bersandar pada asas watak manusia yang terpaksa menggunakan sejumlah konvensi untuk merancang apa yangf “seharusnya” dan apa yang “tidak seharusnya” serta mereka-reka “baik dan buruk”. Pengertian keadilan dan kezaliman yang berpijak pada kedua asas di atas hanya khusus menyangkut bidang kehidupan manusia dan tidak mencakup bidang ketuhanan. Karena, sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya, Dia adalah Pemilik Mutlak, maka Dia pulalah yang secara mutlak memiliki prioritas atasa segala sesuatu. Jika Dia memperlakukan sesuatu dengan cara tertentu, pada dasarnya Dia telah memperlakukan sesuatu yang terikat dengan-Nya dalam eksistensi totalnya, dan itu merupakan miliki mutlak-Nya.
Kezaliman dalam pengertian di atas, yakni pelanggaran prioritas dan hak pihak lain, tidak mungkin terjadi pada Allah. Sebab, kita tidak mungkin dapat menemukan contoh-contoh kasus terjadinya kezaliman Allah pada makhluk dalam konteks ini.
4. KEADILAN: Pelimpahan Wujud Berdasarkan Tingkat dan Kelayakan.
Pengertian keadilan yang keempat ialah tindakan memelihara kelayakan dalam pelimpahan wujud, dan tidak mencegah limpahan dan rahmat pada saat kemungkinan untuk mewujudkan dan menyempurna pada itu telah tersedia. Pada bagian yang akan datang, saya akan menjelaskan bahwa sistem ontologis ini, tiap-tiap maujud berbeda-beda dalam hal kemampuan menerima eminasi dan karunia dari Sumber Wujud. Semua maujud, pada tingkatan wujud yang mana pun, memiliki kelatakan khas terkait kemampuannya menerima eminasi tersebut. Dan mengingat Zat Ilahi yang Kudus adalah Kesempurnaan Mutlak dan Kebaikan Mutlak yang senantiasa memberi emanasi, maka Dia pasti akan memberikan wujud atau kesempurnaan wujud kepada setiap maujud sesuai dengan yang mungkin diterimanya.
Jadi, keadilan Ilahi, menurut rumusan ini, berarti bahwa setiap maujud mengambil wujud dan kesempurnaan wujudnya sesuai dengan yang layak dn yang mungkin untuknya. Para ahli hikman (teosof) menyandang sifat adil kepada Allah Swt dalam pengertian yang sedang kita bicarakan sekarang ini, agar sejalan dengan (ketinggian ) Zat Allah Swt dan mejadi sifat sempurna bagi-Nya. Begitu juga kezaliman yang mereka nafikan dari Allah Swt sebagai kekurangan bagi-Nya.
Para teosof berkayinan bahwa sesuatu yang maujud tidak memiliki hak atas Allah, sedemikian sehingga pemberian hak itu merupakan sejenis pelunasan utang atau pelaksanaan kewajiban. Dan bila sudah dipenuhi, Allah bisa dipandang adil karena Dia telah melaksanakan segenap kewajiban-Nya terhadap pihak-pihak lain secara cermat. Keadilan Allah sesungguhnya identik dengan kedermawanan dan kemurahan-Nya. Maksudnya, keadilan-Nya berimplikasi bahwa kemurahan-Nya tidak tertutup bagi semua maujud semaksimal yang mungkin diraihnya. Pengertian itulah yang dimaksud oleh Imam ‘Ali as dalam khutbah 214 dalam Nahj Al-Balaghah, “ Sesungguhnya, hak itu tidak terdiri di satu pihak. Setiap orang berhak atas piak lain, pihak lain pun berhak atas pihak pertama. Zat Allah dikecualikan dari kaidah ini karena Dia memiliki hak terhadap segala sesuatu segala sesuatu tidak memiliki selain tanggungt jawab dan taklif terhadap Pencipta-Nya. Tidak ada yang memiliki hak apa pun pada Pewujudnya.”
Apabila melalui tolok ukur yang paling tepat ini kita bermaksud meniliti berbagai persoalan, kita harus melihat persoalan yang dipandang sebagai “kejahatan” atau “pengutamaan tanpa keutamaan” atau “kezaliman” sembari bertanya: Apakah ada suatu maujud yang memiliki kemungkinan untuk mewujud, tapi (terbukti) tidak mewujud? Apakah ada maujud yang memiliki kemungkinan menyempurna dalah sistem universal, tapi terbukti tidak memperoleh kesempurnaan tersebut?apakah setiap maujud telah diberi apa “yang seharusnya diberikan” padanya? Maksudnya, apakah Allah menggantikan kebaikan dan rahmat dengan sesuatu yang bukan kebaikan dan rahmat, melainkan kejahatan dan bencana; bukan kesempurnaan, melainkan kekurangan?
Dalam Al-Asfar, jilid II, Bab “Al-Shuwar Al-Nau’iyyah (Forma-Forma Spesifik), dibawah pasal berjudul “Kayfiyat Wujud Al-Ka’inat Al-Haditsah bi Hudutsi Al-Zaman (Modus Eksistensi Berbagai Entitas yang Bermula dalam Waktu), Mullah Shadra mengisyaratkan konsep keadilan Ilahi dan pengertiannya yang sejalan dengan cita rasa para teosof. Dia menuliskan:
“Berdasarkan uraian lampau, kau sudah tahu bahwa materi (maddah) dan forma (shurah) adalah dua kausa bagi (eksistensi) benda-benda fisik. Dari bahasan ihwal interdependensi keduanya, bisa disimpulkan keniscayaan adanya kausa efisien yang bersifat metafisik. Pada pokok bahasan tentang gerakan-gerakan universal (al-harakat al-kulliyyah), kita akan membuktikan bahwa tiap gerakan itu memiliki tujuan akhir yang metafisik. Kausa efisien dan tujuan metafisik itu adalah dua kausa jauh bagi (eksisitensi) semua benda fisik. Sekiranya kedua kausa jauh itu cukup untuk mewujudkan benda-benda alam fisik, niscaya semua benda fisik ini akan bersifat kekal, tidak akan meniada. Lebih dari itu, segenap kesempurnaan yang layak untuknya telah ada sejak semula, awal wujudnya akan identik dengan akhir wujudnya. Namun, kedua kausa iu tidaklah mencukupi sehingga ada dua kausa dekat yang juga berefek padanya, yaitu materi dan forma.
“Pada satu sisi, terdapat oposisi dalam forma (suatu benda) dan tingkat-tingkat awal forma itu cenderung punah. Pada sisi lain, tiap materi berpotensi menerima berbagai forma yang beroposisi. Karenanya, setiap maujud (bendawi) berpotensi menerima dua kelayakan dan pangkat yang berlawanan; yang satu dari forma dan lainnya dari materi. Forma menuntut kelanggengan dan pemeliharaan keadaan-saat-ini suatu maujud, sedangkan materi menuntut perubahan keadaan dan pemakaian forma lain yang berlawanan dengan forma di dalam dirinya. Mengingat kemustahilan terpenuhinya dua ‘hak’ atau tuntunan yang beroposisi pada satu maujud ini secara bersamaan pada satu waktu, maka satu materi tak mungkin mengandung banyak forma yang berlawanan pada satu waktu. Anugerah Ilahi meniscayakan penyempurnaan materi alam semesta—yang merupakan alam paling rendah ini—dengan perantaraan bermacam-macam forma. Karena itu, kebijaksanaan Ilahi menetapkan bahwa gerakan itu berlangsung terus-menerus dalam waktu yang tidak terputus. Dia juga menetapkan materi selalu berubah-ubah dan berganti tempat seiring perubahan forma sepanjang waktu. Keniscayaan menuntut setiap forma memiliki saat tertentu yang khusus untuknya, sehingga setiap forma pada gilirannya memperoleh jatah untuk mewujud.
“Kemudian, lantaran materi itu milik bersama, maka setiap forma memiliki hak yang sebanding atas forman lain (untuk menjelma dalam materi). Jadi, keadilan meniscayakan materi dengan forma A menjelmakan forma B dan materi dengan forma B mengembalikan (penjelmaan) forma A. dengan pola seperti ini, suatu materi berpindah-pindah diantara banyak forma secara bergantian. Oleh sebab itu, demi “keadilan” dan terjaganya kelayakan serta hak segala sesuatu, kita menyaksikan keberlangsungan dan kelanggengan (baqa’ al-anwa’), dan bukan individu (al-afrad).”
Pada poin ini, muncul masalah lain, yaitu: bila segala sesuatu berada dalam relasi setara dihadapan Allah, tiada “kelayakan” atau “hak” yang mesti dipelihara supaya ada “keadilan” yang berarti pemeliharaan “kelayakan” atau “hak”. Satu-satunya keadilan yang mungkin dibenarkan menyangkut Allah ialah keadilan dalam arti memelihara kesetaraan. Sebab, dari segi kelayakan dan pangkat, sebagaimana telah saya katakan, tiada perbedaan di sisi Allah. Maka, keadilan dalam arti memelihara kelayakan atau kepangkatan di sisi Allah sama dengan keadilan dalam arti memelihara kesetaraan. Oleh karena itu, keadilan Ilahi mengharuskan tiadanya pengutamaan dan perbedaan di antara sesama makhluk. Padahal, di alam wujud ini, kita menyaksikan timbulnya begitu banyak perbedaan. Bahkan, alam ini semata-mata berisi perbedaan, keberagaman, dan kepangkatan.
Jawabannya: pengertian hak dan kelayakan segala sesuatu dalam kaitannya dengan Allah tak lain dari ungkapan kebutuhan eksistensial atau kebutuhan akan kesempurnaan eksistensial segala sesuatu kepada-Nya. Setiap maujud yang memiliki kapasitas untuk mewujud atau memiliki salah satu jenis kesempurnaan pasti akan Allah limpahi dengan wujud atau kesempurnaan itu, karena Allah Swt Maha Melakukan dan niscaya Memberi karunia. Dengan demikian, keadilan Allah—sebagaimana yang saya kutip dari Mulla Shadra di atas—tak lain adalah rahmat umum dan pemberian menyeluruh kepada segala sesuatu yang memiliki kapasitas untuk mewujud atau kapasitas untuk mendapatkan kesempurnaan tanpa pernah menahan atau mengutamakan yang satu atas yang lain.
Ihwal apakah faktor utama di balik perbedaan kapasitas dan kelayakan itu; danbagaimana mungkin kita menafsirkan dan memahami perbedaan kapasitas dan kelayakan itu berdasarkan fakta bahwa segala sesuatu itu pada esensinya berbeda dari segi kapasitas dan kelayakan. Padahal saya telah menegaskan bahwa emanasi dan limpahan karunia Allah Swt tidak berujung dan tidak berhingga; Inilah pertanyaan yang saya coba uraikan—dengan bantuan dan taufik Allah—pada halaman-halaman berikutnya.

Dan menurut saya keadilan yang saya tangkap selama ini masih tidak memiliki arti sebenernya yaitu keadilan yang tidak melukai atau mengorbankan seseorang atau sesuatu yang seharusnya memang mendapatkan keadilan tersebut.

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

Wujud dari tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga, sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.

Pengabdian bermacam-macam bentuknya. Yang paling dasar adalah pengabdian kepada keluarga, kepada Tuhan, dan kepada negara. Pengabdian kepada keluarga, bisa dilakukan dengan menjaga nama baik keluarga, dan tidak melanggar norma dan akidah yang berlaku. Menjaga nama baik bisa dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan2 yang melanggar aturan, mensejahterakan keluarga, dan banyak cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap mengabdi.

Pengabdian kepada Tuhan, sangat wajib dan tidak boleh dinomorduakan. Karena manusia adalah ciptaan Tuhan. Dengan tekun beribadah, mengamalkan perbuatan-perbuatan baik, dan tidak melanggar laranganNya.Pengabdian kepada negara, juga merupakan kewajiban buat manusia atau individu sebagai warga negara. Misalnya seorang pegawai negeri yang bersedia ditempatkan di luar daerahnya untuk bekerja. Berikut macam-macam pengabdian, yaitu: 
Pengabdian terhadap Tuhan yang Maha
EsaYaitu penyerahan diri secara penuh terhadap Tuhan dan merupakan perwujudan tanggung jawabnya yang juga diikuti oleh pengorbanan. Contoh: Umat Islam melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari, melakukan zakat, melaksanakan kurban dan sebagainya, itu semua tidak lain adalah untuk pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Pengabdian kepada masyarakat
Ini timbul karena manusia dibesarkan dan hidup dalam masyarakat, sehingga sebagai perwujudan tanggung jawabnya kemudian melakukan pengabdian juga pengorbanan. Contoh: Seorang mahasiswa yang telah lulus, kemudian berusaha memajukan pendidikan di desanya dengan mendirikan sekolah, walaupun tanpa imbalan apapun, ia lakukan demi kemajuan desanya.
Pengabdian kepada raja
Yaitu suatu penyerahan diri secara ikhlas kepada rajanya, karena dianggap yang melindunginya, walaupun sekarang jarang terjadi. Contoh: Seorang gadis dengan suka rela dijadikan selir oleh rajanya.
Pengabdian kepada negara
Timbul karena seseorang merasa ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian (kelangsungan) negara dan demi persatuan kesatuan bangsa. Contoh: Dalam usaha merebut kembali Irian Barat dari penjajah Belanda, banyak pemuda yang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan.
Pengabdian kepada harta
Ini terjadi karena seseorang memandang bahwa harta yang menghidupinya, sehingga tindakan- tindakannya semata- mata demi harta. Kadang- kadang ia tanpa menyadari justru mengorbankan dirinya untuk mempertahankan hartanya, yang akhirnya tidak dapat menikmati hartanya.
Pengabdian kepada keluarga
Ini timbul karena keinginan untuk membahagiakan keluarga dengan terpenuhinya kebutuhan secara lahir dan batin secara layak.
Jadi dengan melihat pengertian maupun macam- macam pengabdian/ pengorbanan, memahami arti dan makna pengabdian dan pengorbanan, diharapkan kita meneladaninya, karena sebenarnya hakekat pengabdian/ pengorbanan adalah merupakan usaha memikul tanggung jawab dan melaksanakan kewajiban sebagai manusia.

Pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian, dengan penuh rasa ikhlas dan tidak mengandung pamrih. Perbedaan antara pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Jika ada pengabdian, maka ada pengorbanan. Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu.

Dan menurut saya pengorbanan dan pengabdian itu mengandung banyak arti salah satunya adalah melakukan sesuatu tanpa mengaharapkan pamrih,atau imbalan. Pengorbanan terdiri dari berbagai macam mungkin salah satunya pengorbanan bagi dirinya sendiri, maksudnya adalah pengorbanan yang dilakukan untuk masa depannya atau untuk situasi tertentu yang sedang dihadapinya. Perbedaan pengorbanan dan pengabdian sendiri menurut saya, jika pengorbanan itu pasti ada yang harus d korbankan entah itu waktu,tenaga,maupun segala sesuatu yang dapat di korbankan pada saat itu. Sementara pengabdian lebih kearah mengabdikan diri, waktu, tenaga dan pikiran pada sesuatu yang di anggap penting.

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

Wujud dari tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga, sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.

Pengabdian bermacam-macam bentuknya. Yang paling dasar adalah pengabdian kepada keluarga, kepada Tuhan, dan kepada negara. Pengabdian kepada keluarga, bisa dilakukan dengan menjaga nama baik keluarga, dan tidak melanggar norma dan akidah yang berlaku. Menjaga nama baik bisa dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan2 yang melanggar aturan, mensejahterakan keluarga, dan banyak cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap mengabdi.

Pengabdian kepada Tuhan, sangat wajib dan tidak boleh dinomorduakan. Karena manusia adalah ciptaan Tuhan. Dengan tekun beribadah, mengamalkan perbuatan-perbuatan baik, dan tidak melanggar laranganNya.Pengabdian kepada negara, juga merupakan kewajiban buat manusia atau individu sebagai warga negara. Misalnya seorang pegawai negeri yang bersedia ditempatkan di luar daerahnya untuk bekerja. Berikut macam-macam pengabdian, yaitu: 
Pengabdian terhadap Tuhan yang Maha
EsaYaitu penyerahan diri secara penuh terhadap Tuhan dan merupakan perwujudan tanggung jawabnya yang juga diikuti oleh pengorbanan. Contoh: Umat Islam melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari, melakukan zakat, melaksanakan kurban dan sebagainya, itu semua tidak lain adalah untuk pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Pengabdian kepada masyarakat
Ini timbul karena manusia dibesarkan dan hidup dalam masyarakat, sehingga sebagai perwujudan tanggung jawabnya kemudian melakukan pengabdian juga pengorbanan. Contoh: Seorang mahasiswa yang telah lulus, kemudian berusaha memajukan pendidikan di desanya dengan mendirikan sekolah, walaupun tanpa imbalan apapun, ia lakukan demi kemajuan desanya.
Pengabdian kepada raja
Yaitu suatu penyerahan diri secara ikhlas kepada rajanya, karena dianggap yang melindunginya, walaupun sekarang jarang terjadi. Contoh: Seorang gadis dengan suka rela dijadikan selir oleh rajanya.
Pengabdian kepada negara
Timbul karena seseorang merasa ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian (kelangsungan) negara dan demi persatuan kesatuan bangsa. Contoh: Dalam usaha merebut kembali Irian Barat dari penjajah Belanda, banyak pemuda yang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan.
Pengabdian kepada harta
Ini terjadi karena seseorang memandang bahwa harta yang menghidupinya, sehingga tindakan- tindakannya semata- mata demi harta. Kadang- kadang ia tanpa menyadari justru mengorbankan dirinya untuk mempertahankan hartanya, yang akhirnya tidak dapat menikmati hartanya.
Pengabdian kepada keluarga
Ini timbul karena keinginan untuk membahagiakan keluarga dengan terpenuhinya kebutuhan secara lahir dan batin secara layak.
Jadi dengan melihat pengertian maupun macam- macam pengabdian/ pengorbanan, memahami arti dan makna pengabdian dan pengorbanan, diharapkan kita meneladaninya, karena sebenarnya hakekat pengabdian/ pengorbanan adalah merupakan usaha memikul tanggung jawab dan melaksanakan kewajiban sebagai manusia.

Pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian, dengan penuh rasa ikhlas dan tidak mengandung pamrih. Perbedaan antara pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Jika ada pengabdian, maka ada pengorbanan. Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu.

Dan menurut saya pengorbanan dan pengabdian itu mengandung banyak arti salah satunya adalah melakukan sesuatu tanpa mengaharapkan pamrih,atau imbalan. Pengorbanan terdiri dari berbagai macam mungkin salah satunya pengorbanan bagi dirinya sendiri, maksudnya adalah pengorbanan yang dilakukan untuk masa depannya atau untuk situasi tertentu yang sedang dihadapinya. Perbedaan pengorbanan dan pengabdian sendiri menurut saya, jika pengorbanan itu pasti ada yang harus d korbankan entah itu waktu,tenaga,maupun segala sesuatu yang dapat di korbankan pada saat itu. Sementara pengabdian lebih kearah mengabdikan diri, waktu, tenaga dan pikiran pada sesuatu yang di anggap penting.

Wujud dari tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga, sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.

Pengabdian bermacam-macam bentuknya. Yang paling dasar adalah pengabdian kepada keluarga, kepada Tuhan, dan kepada negara. Pengabdian kepada keluarga, bisa dilakukan dengan menjaga nama baik keluarga, dan tidak melanggar norma dan akidah yang berlaku. Menjaga nama baik bisa dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan2 yang melanggar aturan, mensejahterakan keluarga, dan banyak cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap mengabdi.

Pengabdian kepada Tuhan, sangat wajib dan tidak boleh dinomorduakan. Karena manusia adalah ciptaan Tuhan. Dengan tekun beribadah, mengamalkan perbuatan-perbuatan baik, dan tidak melanggar laranganNya.Pengabdian kepada negara, juga merupakan kewajiban buat manusia atau individu sebagai warga negara. Misalnya seorang pegawai negeri yang bersedia ditempatkan di luar daerahnya untuk bekerja. Berikut macam-macam pengabdian, yaitu: 
Pengabdian terhadap Tuhan yang Maha
EsaYaitu penyerahan diri secara penuh terhadap Tuhan dan merupakan perwujudan tanggung jawabnya yang juga diikuti oleh pengorbanan. Contoh: Umat Islam melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari, melakukan zakat, melaksanakan kurban dan sebagainya, itu semua tidak lain adalah untuk pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Pengabdian kepada masyarakat
Ini timbul karena manusia dibesarkan dan hidup dalam masyarakat, sehingga sebagai perwujudan tanggung jawabnya kemudian melakukan pengabdian juga pengorbanan. Contoh: Seorang mahasiswa yang telah lulus, kemudian berusaha memajukan pendidikan di desanya dengan mendirikan sekolah, walaupun tanpa imbalan apapun, ia lakukan demi kemajuan desanya.
Pengabdian kepada raja
Yaitu suatu penyerahan diri secara ikhlas kepada rajanya, karena dianggap yang melindunginya, walaupun sekarang jarang terjadi. Contoh: Seorang gadis dengan suka rela dijadikan selir oleh rajanya.
Pengabdian kepada negara
Timbul karena seseorang merasa ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian (kelangsungan) negara dan demi persatuan kesatuan bangsa. Contoh: Dalam usaha merebut kembali Irian Barat dari penjajah Belanda, banyak pemuda yang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan.
Pengabdian kepada harta
Ini terjadi karena seseorang memandang bahwa harta yang menghidupinya, sehingga tindakan- tindakannya semata- mata demi harta. Kadang- kadang ia tanpa menyadari justru mengorbankan dirinya untuk mempertahankan hartanya, yang akhirnya tidak dapat menikmati hartanya.
Pengabdian kepada keluarga
Ini timbul karena keinginan untuk membahagiakan keluarga dengan terpenuhinya kebutuhan secara lahir dan batin secara layak.
Jadi dengan melihat pengertian maupun macam- macam pengabdian/ pengorbanan, memahami arti dan makna pengabdian dan pengorbanan, diharapkan kita meneladaninya, karena sebenarnya hakekat pengabdian/ pengorbanan adalah merupakan usaha memikul tanggung jawab dan melaksanakan kewajiban sebagai manusia.

Pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian, dengan penuh rasa ikhlas dan tidak mengandung pamrih. Perbedaan antara pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Jika ada pengabdian, maka ada pengorbanan. Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu.

Dan menurut saya pengorbanan dan pengabdian itu mengandung banyak arti salah satunya adalah melakukan sesuatu tanpa mengaharapkan pamrih,atau imbalan. Pengorbanan terdiri dari berbagai macam mungkin salah satunya pengorbanan bagi dirinya sendiri, maksudnya adalah pengorbanan yang dilakukan untuk masa depannya atau untuk situasi tertentu yang sedang dihadapinya. Perbedaan pengorbanan dan pengabdian sendiri menurut saya, jika pengorbanan itu pasti ada yang harus d korbankan entah itu waktu,tenaga,maupun segala sesuatu yang dapat di korbankan pada saat itu. Sementara pengabdian lebih kearah mengabdikan diri, waktu, tenaga dan pikiran pada sesuatu yang di anggap penting.

Rabu, 14 Desember 2011

MANUSIA DAN PENDERITAAN


MANUSIA DAN PENDERITAAN

Penderitaan : keadaan yg menyedihkan yg harus ditanggung; penanggungan: aku tidak tega melihat ~ pengungsi.( http://www.artikata.com/arti-362612-penderitaan.html)
Macam – macam siksaan : 1. siksaan fisik
                                         2. siksaan batin (mental)
Penderitaan mempunyai 2 jenis bentuk, yakni : 1. Penderitaan fisik 2. penderitaan psikis Kedua jenis penderitaan tersebut mempunyai hubungan yang erat. Seseorang dapat mengalami penderitaan fisik karena tekanan psikologis dalam dirinya. Seseorang dapat mengalami penderitaan psikis karena keadaan fisiknya yang tidak sehat/kurang sempurna. Hal-hal yang dapat menimbulkan penderitaan, yakni : 1. siksaan 2. kekalutan mental Siksaan dapat berupa siksaan fisik maupun psikis.
(http://www.cml.ui.ac.id/RDM/2007_GASAL/UUI11001/1_3_2/FIK_B_/FG_6#109344)
            Penderitaan batin dalam ilmu Psikologi dikenal sebagai kekalutan mental (mental  disorder). Menurut Dra. Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi Abnormal & Pathologi Seks, dirumuskan bahwa yang disebut kekalutan mental adalah sebagai berikut;
  1. Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang disebabkan oleh gangguan kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan/mental.
  2. Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental yang patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor kausatif sekunder lainnya (Patologi = Ilmu penyakit).
Secara sederhana, kekalutan mental dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persolan yang harus diatasi, sehingga yang bersangkutan bertingahlaku secara kurang wajar. Misalnya, seseorang yang tidak mampu menjawab sebuah pertanyaan ujian, menggigit-gigit pensil.
Gejala-gejala permulaan pada orang yang mengalami kekalutan mental adalah sebagai berikut ;
  1. Jasmaninya sering merasakan pusing-pusing, sesak napas, demam dan nyeri    pada lambung.
  2. Jiwanya sering menunjukkan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, dan mudah marah.
Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah sebagai berikut :
  1. Gangguan kejiwaan akan nampaak dalam gejala-gejala kehidupan penderita, baik pada jasmani maupun rohaninya.
  2. Usaha mempertahankan diri dilakukan dengan cara negatif (escape mechanism), yaitu mundur atau lari (menghindarkan diri), sehingga cara bertahan dirinya tentu salah. Hal ini akan berbeda apabila terjadi pada orang yang tidak menderita gangguan kejiwaan, yang apabila menghadapi pesoalan justru akan segera memecahkan persoalan sehingga tidak menekan perasannya. Jadi, bukan melarikan diri dari persoalan, tetapi melawan atau memecahkan persoalan (problem solving).
  3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown), dan yang bersangkutan mengalami disorder (tidak semestinya atau gangguan).
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental dapat disebutkan sebagai berikut :
  1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna. Hal-hal tersebut sering menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri, yang berangsur akan menyudutkan kedudukannya dan menghancurkan mentalnya. Hal ini banyak terjadi pada orang-orang melankolis.
  2. Terjadinya konflik sosial-budaya akibat adanya norma yang berbeda antara yang bersangkutan dan yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi, misalnya orang dari pedesaaan yang telah mapan sulit menerima keadaan baru yang jauh berbeda dari masa lalunya yang jaya.
  3. Cara pematangan bathin yang salah dengan memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial; overacting sebagai overkompensasi dan tampak emosional. Sebaliknya ada yang underacting sebagai rasa rendah diri yang lari ke alam fantasi.
Proses-proses kekalutan mental yang dialami oleh sesorang dapat mendorongnya ke arah berikut ini :
1.            Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang akan dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap survive dalam hidup. Misalnya, melakukan shalat Tahajud bagi umat Islam waktu malam hari untuk memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi, atau melakuka kegiatan yang positif setelah kejatuhan dalam kehidupan (Dalam pepatah dikatakan; Hendaknya jatuh tupai janganlah sampai jatuh tapai!).
2.            Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustrasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk frustrasi yang dialami orang dewasa antara lain sebagai berikut :
1.      Agresi, serangan berupa kemarahan yang meluap akibat emosi yang tidak terkendalikan. Secara fisik berakibat mudah terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi), atau melakukan tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya.
2.      Regresi, kembali pada pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan (infantil), misalnya dengan menjerit-jerit, menangis sampai meraung-raung dan merusak barang-barang.
3.      Fiksasi, peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap), misalnya dengan membisu, memukul-mukul dada sendiri dan membentur-benturkan kepala pada benda keras.
4.      Proyeksi, usaha mendapatkan, melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain. Kata pepatah : awak yang tidak pandai menari, dikatakan lantai yang terjungkat.
5.      Indentifikasi, menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imajinasi, misalnya dalam kecantikan, yang bersangkutan menyamakan dirinya dengan bintang film, atau dalam soal harta kekayaan dengan pengusaha kaya yang sukses.
6.      Narsisme, self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari pada orang lain.
7.      Autisme, gejala menutup diri secara total dari dunia riil, tidak ingin berkomunikasi dengan orang luar, dan merasa tidak puas dengan fantasinya sendiri yang dapat menjurus pada sifat yang sinting.
Oleh karena itu, penderita kekalutan mental lebih banyak terdapat dalam lingkungan :
  1. Kota-kota besar banyak memberikan tantangan-tantangan hidup yang berat, sehingga orang merasa dikejar-kejar dalam memenuhi keperluan hidupnya. Akibatnya, sebagian orang tidak mau tahu penderitaan orang lain, timbullah egoisme yang merupakan salah satu ciri masyarakat kota.
  2. Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendaki atau diidam-idamkan, karena tidak berimbanganya kemampuan dengan tujuannya, dan karena belum berpengalaman. Orang-orang usia tua pun sering mengalami penderitaan dalam kenyataan hidupnya, akibat norma lama yang dipegangnya secara teguh sudah tidak sesuai dengan norma baru yang tengah berlaku.
  3. Wanita umumnya lebih mudah merasakan suatu masalah dan memendamnya di dalam hati (introver). Namun, sulit mengeluarkan perasaannya tersebut, sementara mereka memiliki kondisi tubuh yang lebih lemah. Hal ini mengakibatkan mereka banyak memendam masalah dalam hati, sehingga tidaklah mengherankan kalau kaum wanita  banyak yang menjadi penderita psikosomatik (penyakit akibat gangguan kejiwaan) dari pada kaum pria.
  4. Orang-orang yang tidak beragama tidak memiliki keyakinan bahwa diatas dirinya ada kekuasaan yang lebih tinggi sehingga sikap pasrah pada umumnya tidak dikenalnya. Dalam keadaan yang sulit, orang seperti ini mudah sekali megalami penderitaan, diperkirakan bahwa jumlah penderita golongan ini mencapai 40 %.
  5. Orang yang terlalu mengejar materi, seperti pedagang dan pengusaha, selalu memiliki sifat ‘gigiah’ dalam memperoleh tujuan kegiatanya, yaitu mencari untung sebanyak mungkin. Mereka adalah kaum materialis dan biasanya mengabaikan masalah spiritual yang justeru membuat seseorang pasrah pada saat-saat tertentu.
Cara-cara untuk menghindarkan diri dari frustrasi antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Seseorang harus memelihara kesehatan jiwa (mental health) yang memiliki ciri-ciri seperti memelihara tujuan hidup, bergairah namun tetap serta harmonis, ada keseimbangan antara kemampuan dan tujuan, memiliki integrasi dan regularisasi tehadap struktur kepribadian, dan efisien dalam tindakan-tindakannya.
  2. Melatih berpikir dan berbuat wajar tanpa menggunakan defence mechanism atau escape mechanism yang negatif. Artinya hanya bersifat pertahanan mundur yang pada suatu saat akan mengakibatkan seseorang terpojok sendiri. Untuk menghindari hal tersebut, salah satu cara yang baik adalah dengan melakukan positive thinking, yaitu suatu cara untuk memecahkan persoalan dengan berpikir jauh ke depan (futuristis).
  3. Berani mengatasi kesulitan sebagai respons terhadap challenge (tantangan) yang dihadapi agar dirinya survive dalam kehidupan. Keberhasilan seseorang dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi akan membuat dirinya menjadi puas.
  4. Berkomunikasi dengan orang lain, terutama dengan para ahli (Psikiater). Lebih dari itu adalah menghilangkan himpitan perasaan untuk memperoleh petunjuk dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi, selain dengan para ahli, cara mengatasi persoalan juga dapat dilakukan dengan berkomunikasi dengan kawan akrab. Kawan akrab dapat diajak bertukar pikiran, sehingga bisa membantu dalam meringankan suatu masalah, misalnya frustrasi. Dalam banyak hal, kawan akrab selalu menampung segala rasa, terutama rasa yang tidak menyenangkan, misalnya penderitaan. Bahkan, pada saat yang diperlukan dapat juga memberikan nasihat yang dibutuhkan.
Beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, berkaitan dengan soal kekalutan adalah obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah ketakutan yang selalu membayangi penderitanya, ia tidak mampu melepakan dirinya dari ketakutan tersebut dan tidak mampu pula mengatasinya. Misalnya, seseorang yang tahu bahwa dia menderita kanker, setiap saat yang terbayang adalah kematian yang mengerikan, penderitaannya makin berat ketika ia mendengar atau membaca soal kanker.
Kompulsi adalah perbuatan yang didasari sebagai hal yang irasional (tidak masuk akal), tetapi dilakukan juga diluar kesadarannya akibat dari adanya obsesi yang dideritanya. Misalnya orang latah, yang diluar kesadarannya berkata jorok karena ada obsesi ketidak puasannya soal seks, orang kleptomania adalah orang-orang yang suka  mengambil barang-barang kecil dan kurang berharga para waktu kecilnya kurang mendapatkan dari orang tuanya.
Penderitaan maupun siksaan yang dialami oleh manusia memang merupakan beban berat, mengakibatkan seseorang seolah-olah merasa bahwa dunia ini benar-benar merupakan neraka dalam hidupnya. Oleh karena itu, biasanya terlontar kata-kata lebih baik mati daripada hidup. Dengan pengertian bahwa dengan kematian, berakhirlah penderitaan yang dialaminya. Itulah sebabnya, mereka yang terlalu menderita dan merasa putus asa, lalu mengambil jalan “pintas”, yaitu bunuh diri.
Benarkah orang yang telah meninggal, terutama yang memakai jalan bunuh diri sudah lepas dari penderitaan? Jawabannya tidak, karena ajaran agama pada umumnya mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat menerima mereka yang bunuh diri di surga, karena bunuh diri dianggap telah melampaui-Nya dalam menentukan nasib.(Dikutip dari Ilmu Budaya Dasar, hal : 108-112)

Beberapa sebab penderitaan lebih banyak di karenakan oleh tingkah laku,pola pikir,dan sikap yang salah dari manusia itu sendiri.banyak manusia yang kurang menyadari hal tersebut,dan hanya ingin menyalahkan keadaan yang sudah ada. Terkadang penderitaan juga timbul karena adanya takdir dari Tuhan yang MahaKuasa. Penderitaan yang di karenakan oleh takdir Tuhan tidak dapat di tolak.