Kamis, 28 Juni 2012

otonomi daerah


      Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1.      F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.      Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.      Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
 Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.      Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.      Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.      Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
 Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1.      Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.      Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.      Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.      Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2.      Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22  tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,  agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a.       Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c.       Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
f.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g.      Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
h.      Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a.       Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b.      Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.

PENGERTIAN POLITIK NEGARA, KEKUASAAN, PENGAMBILAN KEPUTUSAN, KEBIJAKAN UMUM & DISTRIBUSI KEKUASAAN


PENGERTIAN NEGARA DALAM ILMU POLITIK 

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, Negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis penuh perentangan. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individum golongan atau asosiasi, maupun oleh Negara sendiri. Dengan demikian Negara dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan social dari penduduknya ke arah tujuan bersama. Dalam rangka ini boleh dikatakan bahwa Negara mempunyai dua tugas.
a. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asocial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonis yang membahayakan
b. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat keseluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan, asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan s=diarahkan kepada tujuan nasional
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan system hokum dan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat perlengkapannya. Kekuasaan Negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini.
 

Defenisi Mengenai Negara
 
Ø Roger H. Soltau: “Negara adalah agen (Agency) atau kewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (the states is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and the name of the community) 
Ø Harold J. Laski: “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih berkuasa daripada individu atau kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk memenuhi terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan Negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (the state is a society which is integrated by prosseing a coercive legally supreme over any individual or group which is a part of the society. A society is a group af human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of live to which both individuals and associations must confor is defined by a coercive authority binding upon them all)
Ø Max Weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah (the state is a human society that (successfully) claims the monopoli of the legitimate use of physical force within a given territory)
Ø Robert M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penerbitan di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hokum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (the state is an association which, acting through law as promulgated by government endowed to this en whith coercive power, maintains whitin a community territorially demarcated the universal external conditions of social order)
Jadi, sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa Negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warga negaranya pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (control) monopolistis terhadap kekuasaan yang sah.
 
Dasar-dasar Ilmu Politik

Sumber:
 http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2177833-pengertian-negara-dalam-ilmu-politik/#ixzz1z5P0DuJ3

pengertian kekuasaan
orang-orang yang berada pad pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan power) dalam konteks mempengaruhi perilaku orang-orang yang secara struktural organisator berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik. Namun, sebagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas secara erperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu organisasi.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
1.     Reward power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power anda kepada saya’. Pernyataan ini mengandung makna, bahwa seseorang dapat melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
1.     Coercive power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
1.     Referent power
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
1.     Expert power
Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
1.     Legitimate power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
Dari lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (legitimate authority).
Memperbaiki Kemampuan Berkomunikasi dalam Organisasi
Salah satu karakteristik antarmanusia (human comunication) menegaskan, bahwa tindak komunikasi akan mempunyai efek yang dikehendaki (intentional effect) dan efek yang tidak diehendaki (unintentional effect). Pernyataan tersebut bermakna, bahwa apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan pada orang lain tidak selalu diinterpretasi dan sama seperti yang kita kehendaki. Kenyataan ini dapat terjadi pada setiap konteks komunikasi, baik konteks komunikasi antarpribadi, kelompok, massa, ataupun komunikasi organisasi.
Mengakhiri uraian pada kegiatan belajar 2 ini, kita akan membahas prinsip-prinsip umum untuk memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi, yaitu :
1) Prinsip yang pertama adalah bagaimana mendefinisikan tujuan kita berkomunikasi. Orang berkounikasi untuk memperoleh hasil yang diharapkan, namun mereka tidak selalu tahu dengan tepat hasil-hasil apa yang mereka cari. Untuk inilah, memberi batasan terhadap tujuan kita berkomunikasi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan kita berkomunikasi dalam suatu organisasi.
Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mendefinisikan tujuan berkomunikasi, yaitu:
a. Apa yang kita inginkan untuk terjadi. Artinya pastikan bahwa tujuan kita berkomunikasi sudah specifik, karena kalau tujuan kita tidak jelas, maka kita tidak akan selalu siap untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
b. Memastikan apa tujuan kita realistis, dalam arti apakah tujuan yang kita harapkan memiliki peluang untuk berhasil atau tidak. Misalnya, apakah atasan kita akan mempromosikan jabatan kita atau menaikkan gaji kita, kalau penampilan dan prestasi kerja kita masih di bawah ukuran normal? Kalau itu yang terjadi, maka tujuan kita tidak realistis.
2) Prinsip kedua dalam memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi adalah bagaimana memilih audiens yang ‘terbaik’. Setiap pesan yang kita sampaikan, akan mempunyai beberapa audiens yang potensial, karena berkomunikasi dengan setiap orang mensyaratkan satu pendekatan yang berbeda dan kemungkinan akan mendapatkan hasil yang berbeda-beda pula.
Dalam suatu organisasi, prosedur yang ada biasanya mensyaratkan orang untuk menjelaskan setiap gagasan ataupun persoalannya kepada orang lain dengan tegas. Kalau pimpinan suatu organisasi terlalu sibuk, tidak ramah ataupun tidak tertarik dengan gagasan atau pun persoalan yang kita lontarkan, masih ada cara lain untuk menyampaikan keinginan itu, misalnya dalam suatu pertemuan yang diadakan. Oleh karena itu, memilih siapa audiens yang memungkinkan kita dapat menyampaikan persoalan, pendapat ataupun gagasan secara bebas, perlu kita perhatikan kalau kita menginginkan pesan-pesan organizational yang kita sampaikan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
3) Prinsip ketiga adalah menggunakan saluran (channel) yang terbaik. Ada beberapa saluran komunikasi baik secara lisan maupun tertulis yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan organisasional. Memilih satu dari beberapa saluran komunikasi yang ada seharusnya tidak menjadi keputusan yang dilakukan sambil lalu, karena setiap saluran komunikasi mempunyai keuntungan sekaligus kerugian.
C.    Pengertian Pengambil Keputusan
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hani Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making) diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan (decision).Defnisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
·         G. R. TerryPengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai ³pemilihan alternatif kelakuan tertentu daridua atau lebih alternatif yang ada´.
·         Harold Koontz dan Cyril O¶DonnelPengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak²adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak adakeputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
·         Theo HaimanInti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak.Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih olehmanajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
·         Drs. H. Malayu S.P HasibuanPengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlahalternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
·         Chester I. Barnard Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran
proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah lakuorganisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.

E.
       Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah berupa aturan-aturan yang dibuat oleh badan pemerintahan agar pelaksanaan tetap berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini yang melaksanakan kebijakan-kebijakan yang berlaku adalah masyarakat.

F.       Distribusi Kekuasaan
Distribusi adalah pembagian yang merupakan proses pemecahan menjadi beberapa bagian, sedangkan kekuasaan sebelumnya telah dijelaskan. Jadi, pembagian kekuasaan adalah proses memecahkan atau membagi-bagi wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.