Selasa, 25 Juni 2013

HUKUM INDUSTRI MENGENAI "BLACK MARKET"

kali ini kata akan membahas mengenai apakah dasar hukum bagi penjualan telepon selular yang black market atau tanpa garansi?

 Istilah black market diterjemahkan sebagai pasar gelap oleh kamus “English-Indonesia” yang kami akses dari situs kamus.ugm.ac.id. Kemudian, menurut buku “Belajar Hidup Bertanggung Jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan” yang ditulis oleh Lydia Herlina Martono et.al. (hlm. 20), suatu perdagangan yang dilakukan di pasar gelap, artinya dilakukan di luar jalur resmi sebab melanggar hukum.Mahkamah Agung dalam Putusan No. 527 K/Pdt/2006 juga menggunakan istilah black market untuk menyebut suatu perdagangan yang tidak resmi.Cakupan istilah pasar gelap ini cukup luas, selama perdagangan tersebut melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi, maka dapat disebut sebagai suatu pasar gelap. Misalnya, barang (telepon selular) yang diperdagangkan tersebut merupakan hasil pencurian, penyelundupan, atau tidak dilengkapi perizinan untuk dapat diperdagangkan, sehingga melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.  Dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) adalah adanya sebab yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer).Sehingga, jika telepon selular yang diperdagangkan itu diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan atau diperoleh dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang, dapat dikatakan jual beli tersebut tidak resmi/tidak sah dan terhadap pelakunya dapat dijerat dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).Selain itu, telepon selular termasuk produk telematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.: 19/M-DAG/PER/5/2009 (“Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009”). Definisi produk telematika menurut Pasal 1 angka 1 Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 adalah sebagai berikut:
“Produk telematika adalah produk dari kelompok industri perangkat keras telekomunikasi dan pendukungnya, industri perangkat penyiaran dan pendukungnya, industri komputer dan peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia, industri kreatif teknologi informasi, dan komunikasi.” 
Telepon selular, menurut ketentuan Lampiran I Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009, merupakan salah satu produk yang wajib dijual dengan disertai kartu jaminan/garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia.Hal tersebut terkait juga pengaturan Pasal 2 ayat (1) Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:

“Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan (garansi purna jual) dalam Bahasa Indonesia.

Karena itu, terhadap penjual telepon selular yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 berlaku ketentuan Pasal 22 Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat [1], dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”).”

Jika kita melihat pada ketentuan UUPK, Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK menyatakan bahwa seorang pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap pelanggaran Pasal 8 UUK ini pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar (lihat Pasal 62 ayat [1] UUPK).

Maka, berdasarkan pengaturan Pasal 62 ayat [1] jo. Pasal 8 ayat (1) UUPK seorang penjual telepon selular yang tidak memberikan kartu garansi dan layanan purna jual dapat dikenai sanksi pidana. Lebih lanjut, mengenai penuntutan berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) dapat disimak juga artikel iPad Dijual Tanpa Bahasa Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa penjualan telepon selular di pasar gelap atau tanpa garansi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan adalah melanggar hukum.

Sekian jawaban dari kami, semoga membantu.

Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732).
4.      Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan Elektronika
REFERENSI : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2937/hukum-jual-beli-ponsel-tanpa-garansi-di-pasar-gelap-%28black-market%29

analisa : pada era ini memang banyak sekali produk-produk yang black market, khususnya pada penjualan telepon seluler. sebenaranya hal ini sangat tidak baik dilakaukan karena black market melanggar peraturan undang-unadng indonesia, handphone yang dijual melalui black market cenderung lebih murah, maka dari itu banyak peminatnya, namun black market ini tidak memiliki garansi atas produknya, halini dikarenakan produk yang dipasartkan dengan sistem ablack market tidak terkena pajak, ini yang menjadikan harga barang tersebut relatif lebih muraha. namun harus kita sadari bahwa jika kita membeli sesuatu sebaiknya membeli barang yang legal bukan barang yang ilegal. 

Jumat, 21 Juni 2013

HUKUM INDUSTRI

Definisi Hukum Menurut Para Ahli


Berikut ini adalah daftar definisi hukum menurut para ahli atau pakar hukum atau ‘juris’ berdasarkan aliran atau paham yang dianutnya.
Definisi hukum menurut Plato adalah:
“Merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat”.
Definisi hukum menurut Aristoteles adalah:
“Sesuatu yang sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar”.
Definisi hukum menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus” adalah:
“Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan”.
Definisi hukum menurut Schapera  adalah:
“Setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan”.
Definisi hukum menurut Hugo de Grotius adalah:
“Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right)”.
Definisi hukum menurut Paul Bohannan adalah:
“Merupakan himpunan kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum”.
Definisi hukum menurut Leon Duguit adalah:
“Seluruh aturan tingkah laku anggota suatu masyarakat, dimana aturan tersebut daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan/diikuti oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika ada yang melanggar, maka akan menimbulkan reaksi bersama terhadap seseorang atau beberapa orang yang melakukan pelanggaran itu”.
Definisi hukum menurut Pospisil adalah:
“Aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan melalui suatu otoritas pengendalian”.
Definisi hukum menurut Immanuel Kant adalah:
“Keseluruhan syarat-syarat yang dengan syarat-syarat tersebut kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain menuruti peraturan hukum mengenai kemerdekaan”.

Definisi hukum menurut Thomas Hobbes adalah:
“Perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain”.

Definisi hukum menurut Roscoe Pound adalah:
“Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu yang lainnya dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang dapat mempengaruhi individu lainnya. Hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif atau Law as a tool of social engineering”.
Definisi hukum menurut John Austin adalah:
“Seperangkat perintah yang diberikan baik langsung maupun tidak langsung dari pihak mereka yang berkuasa kepada warga masyarakatanya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi”.

Definisi hukum menurut Rudolf von Jhering adalah:
“Keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara”.

Definisi hukum menurut Karl Von Savigny adalah:
“Aturan yang tebentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat”.
Definisi hukum menurut Van Vanenhoven adalah:
“Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari dan dengan gejala-gejala lain”.
Definisi hukum menurut Karl Marx adalah:
“Suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu”.
Definisi hukum menurut Karl Von Savigny adalah:
“Aturan-aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yakni melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Dimana hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat”.
Definisi hukum menurut Holmes adalah:
“Sesuatu yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan”.
Definisi hukum menurut Utrecht adalah:
“Himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu”.
Definisi hukum menurut  Prof. Achmad Ali adalah:
“Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalamkehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal”
Definisi hukum menurut Prof. Soedikno Mertokusumo adalah:
“Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi”.
Definisi hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah:
“Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan”.
Definisi hukum menurut  J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH adalah:
“Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib”.
Definisi hukum menurut Soerjono Soekamto adalah:
Mempunyai berbagai arti sebagai berikut:
  • Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
  • Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
  • Hukum dalam arti kadah atau norma
  • Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
  • Hukum dalam arti keputusan pejabat
  • Hukum dalam arti petugas
  • Hukum dalam arti proses pemerintah
  • Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
  • Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai

Definisi hukum menurut Abdulkadir Muhammad, SH adalah:
“Segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya”.
Definisi hukum menurut R. Soeroso SH adalah:
“Himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya”.
 
tanggapan
tanggapan saya mengenai hukum industri di indonesia seharusnya indonesia memang lebih tegas dalam mengatur hukum khususnya hukum untuk perindustrian di indonesia. karena jika hukum industrinya saja tidak berjalan dengan baik karena kurangnya peran pemerintah dan ketidak tegasan hukum industri di indonesia mengakibatkan buruknya sistem pada industri di indonesia. Ketegasan bagi hukum industri sangatlah penting karena devisa tertinggi bagi indonesia di dominasi oleh sektor perindustrian, jika sektor perindustriannya saja tidak berjalan dengan baik, ini mengakibatkan menurunnya devisa negara, bukan hanya merugikan masyarakat perindustrian namunjuga merugikan negara bukan ????

Sumber:
 http://statushukum.com/definisi-hukum.html

UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN



PENGERTIAN INDUSTRI


Istilah industri berasal dari bahasa latin, yaitu industria yang artinya buruh atau tenaga kerja; Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik; Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa; Industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba; Industri adalah suatu kelompok usaha yang menghasilkan produk yang serupa atau sejenis; Industri adalah suatu kegiatan mengolah atau memproduksi bahan baku agar diproduksi dan menghasilkan sesuatu yang berdaya guna. Jenis-jenis industri ada bermacam-macam, misalnya industri perkebunan, industri perikanan, pertambangan dan lain-lain; Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
 Undang Undang No. 5 Tahun 1984
Tentang : Perindustrian
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 5 TAHUN 1984 (5/1984)
Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA)
Sumber : LN 1984/22; TLN NO. 3274
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan
pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam
pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang
seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan
pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi
dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang
menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat
secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber
daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan
dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya,
perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian
dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri,
yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri
dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang
mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai
ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses
produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan
dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di
bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya
alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan
lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak
diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam
industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang
telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk
konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang
diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna
bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan
dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau
bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan
dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi
industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi,
mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara
menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan dari
standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti
seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada
kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan
merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau
hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta
memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong
terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan
ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam
pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa
melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang
pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam
rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam
kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan
ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan
bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat
pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik
modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan
berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah
persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok
atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang
usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh
struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan
memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan
mempergunakan proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk
dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan
sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan
pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaanperusahaan
yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap
kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang
bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta
kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan
produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang
ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya
masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri
dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan
mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis
industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan
dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap
perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi
jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan
Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal
industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya
kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan
bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informal
industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan
Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan
penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri
tennasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang
menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri,
perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri
yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan
telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu
pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan
dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang
bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di dalam
negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuanketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri
dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai
daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan
industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan
hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri
kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha
industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5
(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua
puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin
Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selamalamanya
2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan
dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal
25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan
Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementeringsordonnantie
1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi
bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN
I. UMUM
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama
pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan
jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan
industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi
Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan
merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang
punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin
pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa
keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi,
melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang
kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang
ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang
sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri
bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya
dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi
yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi
industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu
sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan
dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang
digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama
ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa
segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali
tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum
yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam
arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa UndangUndang
ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang
bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah
secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi,
termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free
fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan
industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa
pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk
diusahakan masyarakat.
Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting
dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada
demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok
industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional
dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha
industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri
yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri
yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan
rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas,
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan
sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula.
Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa
bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk
membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan
terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu
sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai
pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak
terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan
apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak
merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap
menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju,
sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai angka 18
Cukup jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam penjelasan umum, pembangunan industri
dilandaskan pada :
a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri
dilakukan dengan sebesar mungkin mengikutsertakan dan
meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara merata, baik dalam
bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan menghindarkan
sistem "free fight liberalism", sistem "etatisme", dan pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat;
b. kepercayaan pada diri sendiri, yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan
dalam pembangunan industri harus berlandaskan dan sekaligus
mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
c. manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasilhasilnya
harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarya bagi kemanusiaan
dan peningkatan kesejahteraan rakyat;
d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan
industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan
dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya alam;
e. pembangunan bangsa harus berwatak demokrasi ekonomi serta
memberi wujud yang makin nyata terhadap demokrasi ekonomi itu
sendiri.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan yang sangat
penting dan strategis bagi negara, dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak antara lain karena :
a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi kesejahteraan
rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
b. mengolah suatu bahan mentah strategis
c. dan/atau berkaitan langsung dengan kepentingan pertahanan
serta keamanan negara.
Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu
berarti bahwa cabang-cabang industri dimaksud harus dimiliki oleh
negara, melainkan Pemerintah mempunyai kewenangan untuk
mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam
rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta
ketahanan nasional.
Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka
cabang-cabang industri tersebut dapat ditetapkan untuk dimiliki
ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern,
yang menggunakan ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan
benda-benda seni seperti industri kerajinan, yang kesemuanya
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada umumnya diusahakan oleh
rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu industri
ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk membuka lapangan bagi
investasi baru atau perluasan bidang usaha industri yang telah ada, baik bagi
penanaman modal dalam negeri maupun modal asing dengan pertimbangan
bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan pengembangan, Pemerintah mencegah
penanaman modal yang boros serta timbulnya persaingan yang tidak jujur
dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri, dan sebaliknya
mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat. Melalui pengaturan,
pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya yang dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas- luasnya
terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan
iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan
pengembangan bidang usaha industri ini, pada dasarnya berada pada
Pemerintah.
Oleh karenanya, adalah wajar bilamana upaya pembinaan dan
pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui kegiatan pengaturan
yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengaturan, pembinaan dan
pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan oleh Pemerintah
dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang ini, dilakukan
secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur industri
nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara
fundamental, perlu dikerahkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin
seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia.
Bersamaan dengan itu, tujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri ini menuntut
pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan pembangunan dan
pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan
sumber daya alam dan manusia yang terdapat di masing-masing
daerah.
Demikian pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah dan
pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan serta
peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan teknologi yang
tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam
negeri maupun yang merupakan hasil-pengalihan dari luar negeri,
merupakan usaha agar dengan sumber daya manusia yang tersedia
dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sumber daya
alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kemakmuran seluruh
rakyat.
Angka 2
Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan
industri secara sehat, serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan
pengaturan, dan pembinaan secara menyeluruh dan terarah untuk
mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan
yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan pemusatan
atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai sarana
penunjang dan kebijaksanaan seperti :
- informasi industri yang lengkap dan berlanjut;
- kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan
kegiatan industri;
- kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan serta
pengutamaan produksi dalam negeri;
- kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri;
- kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang mendukung
perkembangan industri.
Angka 3
Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina
dirinya agar memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi,
sehingga hasil produksinya mampu bersaing dengan barang- barang
impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran internasional.
Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam
batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan kepada
industri dalam negeri.
Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap
menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak dirugikan.
Angka 4
Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam harus
digunakan secara rasional. Penggalian sumber daya alam tersebut
harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup,
dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka
pembangunan industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan
keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang
saling menguntungkan :
a. keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar, kelompok industri
hilir dan kelompok industri kecil;
b. keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil dalam ukuran
besarnya investasi;
c. keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;
d. keterkaitan antara industri dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri dalam Pasal ini
adalah pembinaan kerja sama antara industri kecil, industri menengah dan
industri besar yang perlu dikembangkan sebagai sistem kerja sama dan
keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya, sistem bapak angkat,
dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka kerja sama di antara
perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat berlangsung dalam
iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan
dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara perusahaan industri
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai
wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan yang diberikan
oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan cabang industri dan jenis
industri adalah antara lain dalam bidang perpajakan, permodalan dan
perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor dan lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengecualian untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan
terhadap jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil yang
karena sifat usahanya serta investasinya kecil lebih merupakan mata
pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah seperti
usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data
statistik perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang
diperlukan bagi dasar pengaturan, pembinaan dan pengembangan
bidang usaha industri seperti yang dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan,
Pemerintah memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan mengenai
upaya menjamin keamanan dan keselamatan terhadap penggunaan
alat, bahan baku serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya, dengan memperhatikan pula keselamatan kerja.
Adapun yang dimaksud dengan pengangkutan adalah pengangkutan
bahan baku dan hasil produksi industri yang berbahaya.
Selain itu perlu diawasi pula langkah-langkah pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam.
Ayat (3)
Pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses dan hasil produksi industri adalah untuk
menjamin keamanan, dan keselamatan dalam pelaksanaan tugas
teknis operasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Sesuai dengan pengelompokan industri, masing-masing kelompok
industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok
industri hilir atau umum juga menyebut aneka industri, dan kelompok
industri kecil, serta dengan memperhatikan misinya, yakni untuk
pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan teknologi yang
tepat guna dapat berwujud teknologi maju, teknologi madya atau
teknologi sederhana.
Pengarahan untuk menggunakan teknologi yang tepat guna
dengan sejauh mungkin menggunakan bahan-bahan dalam negeri
adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan
antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan
pendapatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Pemerintah membantu pemilihan perangkat
teknologi industri dari luar negeri adalah pemberian data informasi
teknologi industri yang menyangkut sumber/asal teknologi, proses,
lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam menyusun pejanjian, dan
lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk industri adalah hasil rancangan
suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan industri. Yang
dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah suatu larangan bagi pihak lain
untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri yang
telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk memberikan rangsangan bagi
terciptanya desain-desain baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa Indonesia terbuka kesempatan
seluas-luasnya untuk memiliki keahlian dan pengalaman menguasai
teknologi dalam perencanaan pendirian industri serta perancangan dan
pembuatan mesin pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian perekayasaan industri adalah konsultasi
dibidang perekayasaan, perekayasaan konstruksi, perekayasaan peralatan
dan mesin industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri bertujuan, untuk menjamin serta
meningkatkan mutu hasil industri, untuk normalisasi penggunaan bahan
baku dan barang, serta untuk rasionalisasi optimalisasi produksi dan cara
kerja demi tercapainya daya guna sebesar-besarnya.
Dalam penyusunan standar industri tersebut di atas diikutsertakan
pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi, Balai-balai
Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan dengan proses dalam standardisasi industri.
Selain untuk kepentingan industri, standardisasi industri juga perlu
untuk melindungi konsumen.
Pasal 20
Ayat (1)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk
mengolah langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang
terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong
pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri yang saling
mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri.
Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut di atas pada
gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor
ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain yang penting adalah
terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah
pertanian baru.
Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak pada
pembangunan industri dalam rangkaian seperti tersebut di atas, yang
dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan
ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan
bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat
disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan
udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk
menanggulanginya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri perlu dilakukan dalam batas-batas kewenangan yang jelas
sehingga pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung seimbang dan
terpadu dalam kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah penyerahan kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri tertentu
kepada instansi tertentu dalam lingkungan Pemerintah, perlu diatur lebih
lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan duplikasi kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri di antara
instansi-instansi Pemerintah, dan terutama dalam upaya untuk mendapatkan
hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pembangunan industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan urusan mengenai bidang usaha industri
tertentu dan penarikannya kembali dalam Pasal ini adalah terutama
mengenai perizinan yang dilakukan sesuai dengan asas desentralisasi dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis dan
bertanggung jawab.
Pasal 24 sampai pasal 32
Cukup jelas.
__________________________________


Studi Kasus dan Tanggapan UU Perindustrian


Pemerintah kabupaten Temanggung merasakan bahwa perusahaan-perusahaan yang berada di daerah sana tidak atau belum melaksanakan penjagaan kelestarian lingkungan yang seharusnya dijaga sesuai dengan pasal 21 pada UU nomor 5 tahun 1984 yang berbunyi “suatu industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memeperhatikan keseimbangan dan melestariakan sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya, serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Pemerintah Kabupaten Temanggung menyesalkan sikap sebagian perusahaan pengolah kayu di daerah tersebut yang kesadarannya masih rendah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Indikasinya, diantaranya lain enggan melakukan uji kelayakan udara, debu, kebisingan, dan air secara periodik. Dan kalaulah telah dilakukan uji, mereka terkesan menutupi hasilnya.
“Sesuai aturan perundangan, tiap perusahaan dalam rentang 6 bulan sekali wajib melakukan tes ulang atau uji kelayakan udara, debu, kebisingan dan air,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung Andristi Msi, ditemui di ruang kerjanya, Rabu (20/7).
“Hingga kini pemerintah harus sampai menyurati berulang kali, bahkan menegurnya agar perusahaan lakukan uji kelayakan dan memberikan hasilnya,” imbuh Andristi. Ditegaskan, uji kelayakan diperlukan untuk mengetahui dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan disekitar. Bila ditemukan ada komponen yang diatas ambang batas, maka harus diperiksa untuk mengetahui sumbernya, yang kemudian dilakukan perbaikan.
Perusahaan harus berpegang komitmen untuk turut menjaga kelestarian lingkungan hidup, yang salah satunya adalah tidak melakukan pencemaran lingkungan. Hasil uji di sejumlah perusahaan dikemukakan, ada beberapa komponen uji di beberapa perusahaan yang melebihi ambang batas toleransi, terutama pada debu. Dampaknya, debu tebal diseputar perusahaan dan sesak pernafasan banyak dialami masyarakat sekitar.

Tanggapan
Undang-Undang Perindustrian
Undang-undang mengenai perindustrian di atur dalam UU. No. 5 tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal 29 juni 1984.Undang-undang no.5 tahun 1984 mempunyai sistematika sebagai berikut:
Bab I ketentuan umum
Dalam bab ini pada pasal I UU. No 1 tahun1984 menjelaskan mengenai peristilahan perindustrian dan industri serta yang berkaitan dengan kedua pengertian pokok tersebut. Dalam UU No.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan:
1.      Perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri.
2.      Industri dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahan metah, bahan baku, dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
3.      Kelompok industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga kelompok yakni industri kecil, industri media, dan industri besar. Dan menjelaskan beberapa peristilahan lain yang berkenaan dengan perindustrian.
          Kemudian pada pasal 2 UU No 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada:
a.       Demokrasi ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koprasi jangan sampai memonopoli suatu produk.
b.      Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.
c.       Manfaat dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
d.      Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
e.       Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi.
          Dalam pasal 3 mengenai tujuan dari pembangunan industri setidaknya ada sekitar 8 tujuan dari pembangunan industri yakni:
a.       meningkatkan kemakmuran rakyat.
b.      meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga adanya keseimbangan dalam masyarakat yakni dalam hal ekonomi.
c.       Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat pula menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap teknologi yang tepat guna.
d.      Dengan meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat sehingga peran aktif terhadap pembangunan industri juga semakin meningkat.
e.       Dengan semakin meningkatnya pembangunan industri diharapkan dapat memperluas lapangan kerja
f.       Selain meningkatnya lapangan kerja dengan adanya pembangunan industri dapat pula meningkatkan penerimaan devisa .
g.      Selain itu pembangunan dan pengembangan industri merupakan sebagai penunjang pembangunan daerah
h.      Dengan semakin meningkatnya pembanguna daerah pada setiap propinsi di harapkan stabilitas nasional akan terwujud.
          Kemudian dalam pasal 4 UU. No.5 tahun1984 mengatur mengenai masalah cabang industri. Dimana berkaitan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa setiap cabang industri dikuasai oleh Negara. Penguasaan Negara ini dimaksudkan agar tidak ada monopoli namun digunakakan sebagai kemantapan stabilitas nasional.
           Kemudian dalam pasal 5 UU. No.5 tahun 1984 mengatur mengenai bidang usaha dan jenis indutri, dimana pemerintah mengelompokan industri dalam tiga jenis industri yakni:
1.      Industri kecil termasuk didalamnya keterampilan tradisional dan pengerajin yang menghasilkan benda seni.
2.      Selain industri kecil pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal.Sedangkan untuk pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diatur dalam pasal 7 UU No.5 tahun1984.

Seharusnya Pemerintah kabupaten Temanggung dapat bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang berada di daerah sana yang belum melaksanakan penjagaan kelestarian lingkungan. Karena dampak yang akan ditimbulakan dapat dirasakan oleh lingkungan itu sendiri dan juga masyarakat sekitar. Pemerintah juga dapat bertindak sesuai Undang-undang yang telah di tetapkan pemerintah, agar tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa di rugikan.

Ketentuan Pidana
Dalam hal ketentuan hukum pidana telah diatur oleh undanng-undang no 5 tahun 1984 dimana bentuk sangsi berupa pidana kurungan dan pencabutan hak izin usaha. Selain itu juga diatur dalam undang-undang lain yang tidak bertentangan dengan uu no.5 tahun 1984.

hasil diskusi dan analisis :
 1. pembinaan itu siapa yang melakukan dan termsauk dalam pasal apa ?
jawab : yang membina itu adalah departemen perindustrian yang tugasnya membina, menyelidiki, membimbing industri kedepannya.
2. berdasarkan pasal 15 ayat 2 mengapa perusahaan pada studi kasus ditutup ?
jawab : dilihat dari 2 pihak antara pemilik perusahaan dan pihak yang dirugikan , mungkin bakrie memiliki rencana lain dan tidak lepas tanggung jawab untuk menangani maslah tersebut.. jika perusahaannya ditutup elum tentu lumpur akan berhenti begitu saja. 

Sumber:
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_1984.html
http://galihrakka.blogspot.com/2012/06/studi-kasus-dan-tanggapan-uu.html