Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan
akan kembali memeriksa 17 siswa SMAN 70 Jakarta guna menyamakan keterangan
dengan Fitrah Rahmadani, 19 tahun, tersangka pembacokan siswa SMAN 6 Alawy
Yusianto Putra, 15 tahun, dalam tawuran pada Senin, 24 September lalu.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Hermawan, pemeriksaan juga mengkaji keterkaitan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan terhadap tersangka. "Senin, 17 siswa kami panggil lagi untuk disingkronkan keterangannya," kata Hermawan saat ditemui di Mapolres Jakarta Selatan, Jumat, 5 Oktober 2012.
Hermawan menjelaskan, pengkajian dikenakan Pasal 170 akan mencari tersangka baru yang turut melakukan pengeroyokan dengan korban. "Berita Acara Pemeriksaan Baru, apakah ada tersangka lagi dari 17 siswa yang akan kami periksa Senin depan," ujarnya.
Pekan ini, penyidik Polres Jakarta Selatan telah memeriksa sebanyak 41 saksi untuk mengungkap kronologi penyerangan yang dilakukan oleh SMAN 70 kepada SMAN 6. Saksi itu terdiri atas guru-guru dan siswa dari kedua sekolah tersebut serta pedagang sekitar SMAN 70.
Pada Senin lalu, 24 September sekitar pukul 12.15, siswa SMAN 70 melakukan penyerangan terhadap SMAN 6 di Bunderan Bulungan. Satu orang tewas bernama Alawy Yusianto Putra, 15 tahun, pelajar yang masih duduk di bangku kelas X SMAN 6. Alawy tewas karena mengalami luka bacok di bagian dada.
Saat ini Fitrah telah ditahan di tahanan dewasa Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan. Ia dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman 15 tahun penjara. Pelaku juga dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 12 tahun penjara.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Hermawan, pemeriksaan juga mengkaji keterkaitan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan terhadap tersangka. "Senin, 17 siswa kami panggil lagi untuk disingkronkan keterangannya," kata Hermawan saat ditemui di Mapolres Jakarta Selatan, Jumat, 5 Oktober 2012.
Hermawan menjelaskan, pengkajian dikenakan Pasal 170 akan mencari tersangka baru yang turut melakukan pengeroyokan dengan korban. "Berita Acara Pemeriksaan Baru, apakah ada tersangka lagi dari 17 siswa yang akan kami periksa Senin depan," ujarnya.
Pekan ini, penyidik Polres Jakarta Selatan telah memeriksa sebanyak 41 saksi untuk mengungkap kronologi penyerangan yang dilakukan oleh SMAN 70 kepada SMAN 6. Saksi itu terdiri atas guru-guru dan siswa dari kedua sekolah tersebut serta pedagang sekitar SMAN 70.
Pada Senin lalu, 24 September sekitar pukul 12.15, siswa SMAN 70 melakukan penyerangan terhadap SMAN 6 di Bunderan Bulungan. Satu orang tewas bernama Alawy Yusianto Putra, 15 tahun, pelajar yang masih duduk di bangku kelas X SMAN 6. Alawy tewas karena mengalami luka bacok di bagian dada.
Saat ini Fitrah telah ditahan di tahanan dewasa Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan. Ia dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman 15 tahun penjara. Pelaku juga dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 12 tahun penjara.
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2012/10/05/064433962/Polisi-Akan-Kembali-Periksa-17-Siswa-SMAN-70
Pendapat saya : Setiap membaca tentang
tawuran memang masalahnya hanya sistim pendidikan, aparat keamanan, lingkungan
sekolah, kebijakan pemerintah, namun tidak pernah ada yang membahas bagaimana
dengan pendidikan dalam keluarga dimana anak mengenal nilai untuk pertama kali,
hal ini tidak pernah menjadi sorotan utama oleh masyarakat. Padahal seperti
halnya kita ketahui, awal dari tingkah laku seorang anak terbentuk itu dimulai
dari keluarga baru selanjutnya lingkungan sekitarnya.
Memang sangat miris ketika kita masih
mendengar berita tawuran-tawuran anak negri yang selalu merenggut nyawa
seseorang. Namun terlepas dari hal itu banyak pula anak negri yang menorehkan
prestasi di tingkat nasional, bahkan tak sedikit pula yang mampu menorehkan
tinta kemenangan di kancah internasional. Anak-anak seperti itulah yang
harusnya menjadi panutan dan pembicaraan. Ketika berita tawuran terus menerus
di perbincangkan, pelaku tawuran tersebut belum tentu m,erasa malu, bahkan ada
pula yang bangga karna tingkahnya mendapat sorotan lebih dari masyarakat, tidak
mempedulikan sorotan itu negative atau tidak. Namun, ketika prestasi-prestasi
yang terus menerus menjadi sorotan, otomatis anak-anak tawuran tersebut akan
merasa malu, karna tingkahnya dalam tawuran tidak terlalu menjadi sorotan lagi,
dan berfikir bagaimana mereka bisa menjadi sorotan masyarakat, dengan menjadi
anak-anak berprestasi. Karna anak-anak yang tingkah lakunya melenceng itu
kurang lebih diakibatkan karna kurangnya perhatian, dan butuh perhatian dengan
bertingkah seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar