Istilah black market diterjemahkan sebagai pasar gelap oleh kamus “English-Indonesia” yang kami akses dari situs kamus.ugm.ac.id. Kemudian, menurut buku “Belajar Hidup Bertanggung Jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan” yang ditulis oleh Lydia Herlina Martono et.al. (hlm. 20), suatu perdagangan yang dilakukan di pasar gelap, artinya dilakukan di luar jalur resmi sebab melanggar hukum.Mahkamah Agung dalam Putusan No. 527 K/Pdt/2006 juga menggunakan istilah black market untuk menyebut suatu perdagangan yang tidak resmi.Cakupan istilah pasar gelap ini cukup luas, selama
perdagangan tersebut melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi,
maka dapat disebut sebagai suatu pasar gelap. Misalnya, barang (telepon
selular) yang diperdagangkan tersebut merupakan hasil pencurian,
penyelundupan, atau tidak dilengkapi perizinan untuk dapat
diperdagangkan, sehingga melanggar suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”)
adalah adanya sebab yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer).Sehingga, jika telepon selular yang diperdagangkan itu
diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan atau diperoleh
dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang, dapat dikatakan
jual beli tersebut tidak resmi/tidak sah dan terhadap pelakunya dapat
dijerat dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).Selain itu, telepon selular termasuk produk telematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.: 19/M-DAG/PER/5/2009 (“Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009”). Definisi produk telematika menurut Pasal 1 angka 1 Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 adalah sebagai berikut:
“Produk telematika adalah produk
dari kelompok industri perangkat keras telekomunikasi dan pendukungnya,
industri perangkat penyiaran dan pendukungnya, industri komputer dan
peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia, industri
kreatif teknologi informasi, dan komunikasi.”
Telepon selular, menurut ketentuan Lampiran I Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009, merupakan salah satu produk yang wajib dijual dengan disertai kartu jaminan/garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia.Hal tersebut terkait juga pengaturan Pasal 2 ayat (1) Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:
“Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan (garansi purna jual) dalam Bahasa Indonesia.”
Karena itu, terhadap penjual telepon selular yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 berlaku ketentuan Pasal 22 Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat [1], dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”).”
Jika kita melihat pada ketentuan UUPK, Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK
menyatakan bahwa seorang pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang yang tidak mencantumkan informasi dan/atau
petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Terhadap pelanggaran Pasal 8 UUK ini pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar (lihat Pasal 62 ayat [1] UUPK).
Maka, berdasarkan pengaturan Pasal 62 ayat [1] jo. Pasal 8 ayat (1) UUPK
seorang penjual telepon selular yang tidak memberikan kartu garansi dan
layanan purna jual dapat dikenai sanksi pidana. Lebih lanjut, mengenai
penuntutan berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) dapat disimak juga artikel iPad Dijual Tanpa Bahasa Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa
penjualan telepon selular di pasar gelap atau tanpa garansi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan adalah melanggar hukum.
Sekian jawaban dari kami, semoga membantu.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732).
4. Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor: 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran
Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam
Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan ElektronikaREFERENSI : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2937/hukum-jual-beli-ponsel-tanpa-garansi-di-pasar-gelap-%28black-market%29
analisa : pada era ini memang banyak sekali produk-produk yang black market, khususnya pada penjualan telepon seluler. sebenaranya hal ini sangat tidak baik dilakaukan karena black market melanggar peraturan undang-unadng indonesia, handphone yang dijual melalui black market cenderung lebih murah, maka dari itu banyak peminatnya, namun black market ini tidak memiliki garansi atas produknya, halini dikarenakan produk yang dipasartkan dengan sistem ablack market tidak terkena pajak, ini yang menjadikan harga barang tersebut relatif lebih muraha. namun harus kita sadari bahwa jika kita membeli sesuatu sebaiknya membeli barang yang legal bukan barang yang ilegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar